Liputan6.com, Denpasar: Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Senin (9/1), mulai menyidangkan kasus penjambretan uang Rp 1.000 dengan terdakwa DW. Selain orangtua DW, sidang juga dihadiri Seto Mulyadi atau Kak Seto, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak.
Sebelum sidang dimulai, Komnas Perlindungan Anak mengajukan protes lantaran DW yang masih berusia 15 tahun dicampur dengan terdakwa dewasa di sel. Komnas mendesak pelajar kelas satu SMP di Denpasar ini ditahan di ruang terpisah.
Kepada pengacaranya dan Komnas Perlindungan Anak, DW mengaku terpaksa menjambret dompet seseorang yang ternyata hanya berisi uang Rp 1.000. Perbuatan yang dilakukan pada 27 Maret 2011 itu lantaran terdakwa disuruh seseorang bernama Anom. Sebelumnya, Anom menuduh DW menghilangkan sepatunya dan meminta ganti rugi. Atas perbuatannya itu, terdakwa dituntut hukuman tujuh bulan penjara.
Otong Iswanto, ayah DW, prihatin atas pelakuan terhadap anaknya yang amat berbeda dengan LM, remaja Australia. Sejak ditahan dan persidangan, LM yang disidang karena kedapatan membawa 6,3 gram ganja, ditahan di ruang tahanan khusus dengan pengawalan khusus pula sebelum akhirnya divonis bebas.
Remaja yang diseret ke pengadilan karena pidana ringan bukan hanya DW. Sebelumnya, AAL, remaja 15 tahun diseret ke Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah. Ia didakwa mencuri sandal milik seorang polisi.
Hakim memvonis AAL bersalah, namun tidak dijatuhi hukuman. Hakim memerintahkan agar AAL dikembalikan kepada orangtuanya. Kasus sandal ini memicu keprihatinan berbagai kalangan terkait kriminalisasi anak dan memunculkan aksi solidaritas yang luas [baca: AAL Divonis Bersalah, Pengacara Langsung Banding].(BOG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar